Remaja dan Masa Depan | GUBUK


Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs GUBUK

Remaja dan Masa Depan


Kategori: Kiat-kiat

Suatu kali saya bertanya kepada Josephus, anak kami yang berusia 16 tahun, ”Bagaimana perasaanmu menghadapi masa depan?” ”Takut dan cemas,” jawabnya.

Walaupun nampaknya remaja itu easy going, bertingkah seenaknya, tidak peduli, sebenarnya dalam hati mereka bertanya-tanya soal masa depan. Ini menyangkut kelanjutan sekolah (biaya dan di mana), minat dan pekerjaan, serta teman hidup. Sebab itu penting sekali orang tua menanamkan nilai-nilai pentingnya belajar, berjuang, dan menemukan tujuan hidup sejak mereka remaja awal.

Belajar Adalah Pilihan

Memotivasi remaja suka belajar dimulai sejak dia masih kecil. Usia balita adalah masa anak memiliki keinginan belajar yang sangat kuat. Anak disebut gemar belajar bukan karena dia diharuskan belajar, melainkan karena dia memang suka belajar. Dia sadar benar bahwa itu adalah pilihannya untuk masa depan.

Bagaimana menumbuhkan semangat belajar anak?

  1. Menjadikan belajar sebagai hal yang menyenangkan.

  2. Dengan demikian anak-anak menunggu-nunggu waktu itu. Beberapa anak suka sekali les tertentu. Dia tidak sabar menunggu hari les. Coba kita per-hatikan mengapa anak suka pelajaran itu dan tidak suka yang lain. Setelah anak masuk sekolah, orang tua perlu mengkondisikan sehingga dia punya jam belajar yang teratur.

  3. Anak-anak kita tahu bahwa mereka belajar bukan hanya untuk pelajaran sekolah.

  4. Kalau anak sudah besar, dalam pikirannya sudah terbentuk bahwa yang disebut belajar adalah mengulangi pelajaran sekolah. Maka sejauh pelajaran sekolah tidak bermasalah, dia tidak perlu belajar di rumah. Ini tidak salah sebetulnya. Tetapi akan lebih baik jika anak punya kegiatan yang bisa dia pelajari saat pelajaran sekolahnya oke-oke saja. Anak yang tidak bermasalah dengan pelajaran di sekolah bisa dilatih mengembangkan kemampuan lain yang menonjol. Jika orang tua sudah mengetahui hal ini sejak dini, lebih mudah mengembangkan kecerdasan majemuk atau multiple intelligences-nya saat anak masuk sekolah formal. Kalau dia suka menyanyi, kita bisa mengarahkannya untuk les vokal atau ikut "kids choir" di gereja, misalnya. Di sekitar kita banyak kursus musik yang bisa kita eksplorasi untuk anak kita mendalami alat musik tertentu. Sayangnya memang, hampir tidak ada kelompok untuk mendalami science; tetapi anak-anak bisa diajari menanam pohon, membuat pupuk, memelihara binatang, dsb sebagai awal upaya mengembangkan kesukaannya terhadap dunia science.

  5. Anak tahu bahwa dia belajar untuk sebuah tujuan.

  6. Banyak anak sebenarnya pandai. Namun lingkungan kurang menantang dia untuk berusaha. Si anak sudah puas dengan nilainya dan enggan berusaha lebih. Karena itu, perlu kerja sama orang tua dan guru untuk mendorong anak menemukan tujuan belajar atau cita-cita hidupnya.

    Remaja perlu mengerti hubungan antara sekolah dan bekerja. Sebab itu, baik jika kita sering mendiskusikan dengan dia cita-cita hidupnya serta bagaimana dia bisa meraihnya. Ini penting dilakukan ketika anak menginjak masa remaja awal. Berikan padanya ide yang menyangkut pendalaman hobi atau pekerjaan yang ingin ditekuninya kelak. Jika memungkinkan, Anda (terutama para ayah) dapat mengajak dia ke kantor atau mengerjakan beberapa pekerjaan ringan di waktu libur. Secara berkala, cobalah mengevaluasi sejauh mana remaja kita mempersiapkan diri. Jangan segan mengubah atau membuat target baru. Kalau perlu catat dan tempelkan di dinding ruang belajarnya.

    Pada beberapa anak semangat belajar memudar saat mereka masuk usia remaja. Ini gejala yang normal. Pikiran remaja sudah mulai bercabang antara teman (peer group), diri sendiri, hobi, keluarga (orang tua dan saudara), pelajaran, dan sebagainya. Daripada memarahi mereka, lebih baik Anda membangun hubungan yang lebih baik dan menumbuhkan rasa percaya dalam diri mereka kepada Anda.

Konsisten dan Tekun

Belajar adalah berani memulai, rajin mencoba dan tidak takut gagal. Karena itu, belajar adalah suatu proses. Keberhasilannya tidak boleh hanya diukur dengan angka (score). Anak bungsu saya cukup berhasil di pelajaran, terutama Math, English, Science. Nilainya untuk ketiga pelajaran ini berkisar 8, 9, 10. Tapi suatu kali dia pulang sekolah dengan lesu. Ternyata hari itu ada ulangan IPS dan untuk pertama kalinya dia mendapat angka 2,7. Pada minggu yang sama, nilai Bahasa Indonesianya 5.

Moze (11 tahun, SD 6) benar-benar terpukul. ”Aku tidak suka dapat nilai itu!” katanya pada saya. Sebelumnya, saya merasa Moze tidak suka menghafal. Tetapi tidak ada jalan lain. Salah satu cara belajar adalah dengan menghafal. Saya ajak dia bicara. ”Kamu tahu mengapa nilaimu segitu?” tanya saya.

”Iya. Aku memang tidak belajar,” jawabnya, ”soalnya aku kesulitan menghafal nama raja-raja, candi, tahun, dan nama-nama kerajaan itu.”

”Kamu perlu mama bantu?” saya menawarkan diri mendampingi dia.

Moze mengangguk. ”Aku enggak mau dapat nilai seperti itu lagi. Mama bantu aku belajar, ya?” katanya. Alhasil, sejak hari itu, saya mendampingi dia untuk pelajaran menghafal.

Peristiwa ini mengingatkan saya betapa pentingnya proses. Saya pernah berpikir untuk memarahi atau menghukum Moze karena dia tidak mau belajar menghafal. Tapi pada saat yang sama saya merasa, itu bukan hal yang pas. Moze sudah cukup besar untuk belajar dari pengalaman sendiri. Benar saja. Moze belajar dari kegagalannya. Kalau sebelumnya Moze merasa belajar itu mudah, sekarang dia mengerti bahwa sedikit-banyak perlu usaha untuk mendapat nilai lebih baik. Sekarang dia lebih tekun belajar, dan nilainya menjadi lebih baik.

Peran Orang Tua

Ini adalah hal terpenting dalam membangun semangat belajar anak. Pendampingan diperlukan selama anak masih bergantung pada peran serta kita. Misalnya orang tua ikut duduk di meja. Atau sekadar menanyakan bagaimana dia menyelesaikan tugas sekolah sepanjang hari itu. Buatlah belajar menjadi proses yang menyenangkan. Tidak perlu banyak marah dan tekanan.

Jika anak sudah lebih besar, penting baginya belajar dari kegagalan. Berilah anak selalu kesempatan kedua. Sesekali, nilai rendah atau teguran guru perlu untuk dia. Pengalaman bisa lebih berbicara daripada omelan atau kritikan. Selama kita memiliki anak remaja di rumah, kita perlu terus-menerus mengingat-ingat masa remaja kita sendiri.

Hubungan baik yang sudah ada sejak mereka kecil akan memudahkan Anda berbicara dengan remaja. Nyatakan keprihatinan Anda dengan jelas. Tanyakan juga apakah remaja Anda mengalami kesulitan dengan pelajaran, teman, hobi atau mungkin ada yang membingungkan mereka. Apakah mereka membutuhkan latihan ekstra atau kelompok belajar. Tidak perlu menyalahkan mereka untuk nilai-nilai yang merosot, misalnya. Mungkin sekali mereka pun menyesal tapi tidak tahu harus berbuat apa.

Televisi dan komputer adalah godaan terbesar remaja masa kini! Sebab itu, jangan menaruh televisi atau komputer di kamar remaja Anda. Sejak anak Anda kecil biasakan menonton televisi bersama-sama dan mendiskusikannya. Mungkin karena pengaruh teman, remaja Anda meminta komputer atau televisi untuk mereka pribadi. Anda perlu hati-hati menyetujui permintaan ini walaupun Anda memiliki dana untuk itu. Terapkan ”syarat dan ketentuan” yang harus mereka patuhi; segeralah bertindak kalau ternyata syarat dan ketentuan itu dilanggar.

Walaupun begitu Anda harus mewaspadai hal-hal yang tidak wajar, misalnya sesuatu yang cenderung negatif. Misalnya remaja Anda mulai merokok di kamar atau tidak mengizinkan Anda memasuki kamarnya. Tanpa bermaksud meneliti, usahakan sesekali dalam waktu yang tidak teratur, ngobrol dengan remaja Anda di kamarnya. Anda dapat melihat dan menemukan hal-hal yang berubah di kamar tersebut.

Terakhir, jangan lupa sebagian anak kita sangat suka belajar dari kita dengan proses informal: ngobrol, suasana humor, saat makan dan rekreasi bersama.

Kenalkan Buku di Usia Awal

Waktu si Sulung saya berusia delapan bulan, seorang teman memberikan hadiah buku bayi. Dia suka sekali buku itu. Sambil duduk di boks-nya, dia melatih tangannya membuka lembaran tebal buku itu, menatap gambar-gambarnya, mencoba merobek dan menggigitnya. Kalau dia bosan, dia berteriak dan membuang buku itu. Lantas menangis.

Saya mengangkat dia, mendudukkannya di pangkuan dan membacakan tulisan di buku itu untuk dia. Saya mengajaknya ngobrol. Kalau dia mengambil buku dan mencoba menggigitnya, saya mengalihkan perhatiannya; kembali berbicara kepadanya. Demikian terus menerus sampai Josephus berusia setahun, buku itu menjadi kumal lantas dibuang.

Di usia setahun saya mulai membacakan komik Alkitab-nya H.A. Oppusunggu, satu buku setiap malam, sampai Jo masuk play group dan adiknya lahir. Ritual yang sama berulang kembali. Saya mengenalkan buku dan cerita kepada kedua anak saya sejak mereka berusia sangat dini. Sampai sekarang anak-anak kami usia 12 dan 16 secara rutin kami ajak ke toko buku dan membelikan buku-buku yang baik dan yang mereka sukai.

Beberapa anak lebih suka membaca komik atau kartun. Pada tahap tertentu ini baik, tapi kartun membatasi imajinasi anak. Kalau anak kita suka membaca kisah Cinderella, misalnya, dalam benak mereka sudah tertanam ”gambar seorang putri”. Gambar ini sulit diubah. Mereka akan bingung jika melihat profil putri salah seorang kepala suku di Afrika. Jika anak suka buku-buku bergambar, belikanlah buku-buku science bergambar (foto asli).

Pada periode tertentu ada komik-komik berseri yang disukai anak-anak. Jika anak Anda telanjur suka, cobalah kompromi dengan dia. Sedapat mungkin usahakan menyewa komik dari perpustakaan umum, tidak perlu membelinya. Tapi jika toh sulit, jangan mengoleksinya. Latih anak kita memberi komik yang sudah dibacanya kepada orang lain.

Dasar Iman dan Moral

Lebih daripada hal-hal teknis di atas, kita juga harus melengkapi anak-anak kita dengan iman dan moral Kristiani yang benar. Sama halnya dengan cara kita menghadapi kegemaran anak terhadap game, TV, dsb; di rumah kita membekali anak-anak dengan nilai-nilai kekristenan.

Dalam 5-10 tahun terakhir muncul berbagai bacaan yang menggambarkan ”dunia lain”. Misalnya serial Harry Potter, Bartholomeus Trilogy, dan banyak lagi. Walaupun buku-buku ini mengetengahkan nilai-nilai kepahlawanan, kerjasama, dan sebagainya, dia bisa membawa anak-anak ke dalam pemikiran post modern, yang segala sesuatu tidak ada akhirnya. Sayangnya, buku-buku ini menarik dan membuat kita berpikir tentang kemungkinan adanya lapisan-lapisan dunia lain di luar bumi kita yang sudah rusak ini.

Pikiran yang dibangun oleh buku-buku ini berbeda dengan cerita-cerita rakyat atau misalnya dongeng-dongeng H.C. Anderson yang isinya tokoh baik mengalahkan yang jahat. Dalam buku-buku yang terbit belakangan ini kejahatan memang kalah, tetapi kejahatan tidak pernah hilang, selalu mengintip dan muncul pada waktunya. Dia tidak berbentuk orang, tetapi oknum, sesuatu yang tidak pernah mati. Mereka tidak hidup di dunia kita, tetapi bisa datang ke bumi dan mengacaukan isinya. Lantas, kekacauan ini menjadi baik lagi dengan satu sapuan sihir.

Karena itu, sebelum anak kita menyukai buku-buku semacam ini, tanamkanlah filter yang benar dalam benak mereka. Sejak mereka sangat kecil, baru mulai membaca, berikanlah buku-buku cerita Alkitab. Sejalan dengan usia dan kemampuan berpikir, kita bisa memberikan serial kepahlawanan atau biografi orang-orang yang sukses tetapi melewati banyak kesukaran dan penderitaan. Dorong anak-anak membacanya.

Tidak ada salahnya membelikan buku dongeng yang berisikan moral yang baik selama kita bisa mengatur waktu untuk mendiskusikan isinya. Tujuannya adalah agar orang tua tetap memberikan saringan bagi setiap bacaan anak. Mari bangun keluarga yang suka membaca.

Tips Memotivasi Remaja Suka Belajar dan Sekolah

  1. Sedapat mungkin, sejak tahap remaja awal anak kita sudah memiliki cita-cita dan tujuan hidup. Bantulah mereka menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan itu serta mengevaluasinya.
  2. Semangat belajar dan sekolah akan muncul jika remaja mampu menghubungkan itu dengan dunia kerja. Bantu remaja Anda mengerti hal ini.
  3. Untuk melatih remaja cinta buku, berceritalah kepadanya sejak dia bayi.
  4. Kenalkan buku-buku yang baik, hindarkan komik
  5. Ajak anak secara rutin ke toko buku dan buatlah perpustakaan di rumah Anda.
  6. Jadilah orang tua yang suka membaca. Remaja Anda akan memperhatikan hobi Anda ini dan menirunya.

Diambil dari:

Nama situs : Kompasiana
Alamat URL : http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/10/remaja-dan-masa-depan-julianto-roswitha/
Judul asli artikel : Remaja dan Masa Depan
Penulis : Julianto & Roswitha
Tanggal akses : 4 Maret 2011

Komentar