Membaca Itu Modal Penulis | GUBUK


Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs GUBUK

Membaca Itu Modal Penulis


Kategori: Artikel

Membaca adalah aktivitas indera penglihatan manusia untuk menangkap objek atau kejadian yang ada di sekitar lingkungannya. Seorang penulis jika menginginkan tulisannya berbobot dan berisi gagasan segar, penulis tersebut harus banyak membaca. Membaca merupakan sumber ilmu pengetahuan. Dengan membaca, manusia akan banyak pengalaman dan menemukan banyak pemikiran. Dalam hal ini, membaca adalah upaya untuk menangkap segala macam objek atau pesan-pesan yang akan menambah khazanah pemikiran yang diperoleh dari sang penulis. Jika yang dibaca itu bentuk naskah tulisan, kita akan menemukan sederet teori-teori yang dihasilkan dari hasil penelitian. Jika yang dibaca itu berupa objek peristiwa alam yang terjadi di lingkungan, kita akan menemukan nilai-nilai pelajaran berharga untuk dikaji dan dijadikan pertimbangan berpikir. Konsep membaca bukan hanya membaca tulisan buku, surat kabar, majalah, atau apa saja yang berbentuk tulisan berupa kata dan kalimat, tetapi membaca juga berarti mengamati atau menangkap signal-signal peristiwa dengan pikiran, perasaan, dan hati nurani.

Seorang Penulis, Haruslah Seorang Pembaca

Karena membaca merupakan sumber pengetahuan, maka perintah membaca bagi setiap orang sangat dianjurkan. Dengan banyak membaca, manusia akan mampu menguasai sejumlah ilmu pengetahuan, yang dapat dijadikan pijakan dalam kehidupannya. Orang-orang cerdas di belahan bumi ini akhirnya menjadi terkenal karena mereka mampu membaca teks dan membaca keadaan alam sekitarnya. Aktivitas membaca sama halnya mengolah pikiran. Setiap objek pesan dan peristiwa yang tertangkap lewat inderanya selalu diolah dalam memori otak (pikiran). Hanya orang-orang yang mempunyai pikiran cerdas saja yang mampu membaca. Sementara orang-orang bodoh, rata-rata kemampuan membacanya rendah, sehingga mereka yang bodoh tidak pernah memperoleh ilmu pengetahuan dan jarang yang dapat menguasai dunia. Orang-orang yang malas membaca, posisi kehidupannya berada pada lapis pinggir dan berada pada akar rumput yang terinjak-injak terus.

Dunia tulis-menulis sangat erat kaitannya dengan aktivitas membaca. Aktivitas menulis dan membaca merupakan suatu kegiatan timbal balik, terjadi hukum kausalitas. Hasil tulisan sang penulis akan dibaca oleh pembaca. Pembaca-pembaca ulung akan menuliskan kembali dalam tesis-tesis baru dalam bentuk tulisan, dan tulisan tersebut dibaca lagi oleh pembaca-pembaca lain, begitu seterusnya. Oleh karena itu, seorang penulis haruslah seorang pembaca. Ini merupakan syarat mutlak untuk menjadi seorang penulis.

Sebagai seorang guru, yang mulai berminat dan ingin menekuni profesi menulis, secara materi keilmuan sebenarnya sudah mempunyai modal. Sebab, membaca materi pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didiknya sudah menjadi kegiatan rutin. Membaca tulisan dalam bentuk buku teks merupakan salah satu dari sekian aktivitas membaca. Guru, memang seharusnya mampu membaca teks kalimat, kata, dan huruf, tetapi selain itu juga sangat penting untuk mampu membaca pemahaman alam sekitarnya. Bagi pembaca yang baik, setiap saat sering mempertanyakan, misalnya pertanyaan-pertanyaan seperti ini: Peristiwa apa yang terjadi pada saat ini? Mengapa itu dapat terjadi? Peristiwa yang muncul tersebut akan berakibat apa? Kalau keadaan begini terus akan terjadi gangguan apa? Bagaimana untuk mengatasi keadaan tersebut sehingga tidak berkepanjangan? Dengan demikian, pertanyaan-pertanyaan lainnya selalu bermunculan. Tentang sikap pemahaman membaca seperti ini, guru-guru di Indonesia masih kurang cerdas dalam membaca keadaan yang terjadi.

Membaca teks bentuk materi ajar saja merupakan kegiatan rutin, yang dibaca pun hanyalah seputar materi bidang studinya, sementara membaca materi pelajaran lain hampir-hampir tidak pernah dilakukan. Hal ini juga merupakan kelemahan kita sebagai guru. Agaknya memang dapat disadari betul karena aktivitas membaca membutuhkan konsentrasi penuh dan diperlukan daya pikir serta semangat yang kuat. Sementara kita sebagai guru banyak disibukkan oleh pekerjaan sampingan -- bentuk-bentuk kegiatan sosial yang sangat melelahkan. Akibatnya, hampir-hampir tidak pernah ada waktu untuk membaca, apalagi sampai menulis gagasan atau ide-ide baru dalam bidang pekerjaannya. Malahan, tidak pernah tersentuh.

Upaya Mengubah Pola Hidup

Perlu diingat, sebesar apa pun keinginan kita untuk menjadi seorang penulis, yakinlah itu tidak akan pernah berhasil, manakala kita tidak suka membaca. Mengapa? Karena, membaca adalah proses dari kepenulisan itu sendiri. Mustahil seseorang mampu menciptakan sebuah karya, tanpa ia terlebih dahulu berkenalan dengan karya-karya lain. Karena, apa yang kita tulis sesungguhnya adalah apa yang kita baca. Mulai dari membaca buku-buku ilmiah, karangan fiksi, hingga berita-berita aktual yang ada di media massa.

Hanya saja, untuk menjadi seorang penulis yang baik, membaca saja terkadang tidak mencukupi. Terkecuali ketika kita melakukannya dengan teknik atau seni yang baik. Membaca dengan teknik atau seni bukanlah membaca secara membabi buta. Segala dokumen tertulis yang ditemukan kita baca. Membaca dengan teknik adalah cara-cara tertentu yang dilakukan sehingga proses membaca tersebut memiliki dampak efektif. Sayangnya, hal ini kerap diabaikan oleh banyak kalangan sehingga meski telah menekuni berbagai berkas, kepenulisan kita tetap saja tidak banyak berkembang.

Lantas, kalau sudah demikian, apakah kita tidak mempunyai keinginan untuk mengubah pola hidup yang kreatif? Apakah kita, walaupun banyak pekerjaan sampingan, tidak berkeinginan menjadi penulis? Setidak-tidaknya, menulis jurnal keseharian berupa buku harian (diary), final paper, makalah pada tugas kampus, adalah kesempatan kita untuk mengasah kemampuan dalam menuangkan ide berupa tulisan.

Hariyadi, dalam bukunya "Retorika Membaca. Rumah Indonesia: Semarang 2006. Hal:75" menyebutkan membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukanlah kegiatan memandangi lambang-lambang tertulis semata-mata. Bermacam-macam kemampuan dikerahkan oleh seorang pembaca agar dia mampu memahami materi yang dibacanya. Pembaca berupaya menangkap lambang-lambang yang dilihatnya menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya.

Selanjutnya, dia menyebutkan bahwa membaca merupakan interaksi antara pembaca dan penulis. Interaksi tersebut tidak langsung, tetapi bersifat komunikatif. Komunikasi antara pembaca dan penulis akan makin baik jika pembaca mempunyai kemampuan yang lebih baik. Pembaca hanya dapat berkomunikasi dengan karya tulis yang digunakan oleh pengarang sebagai media untuk menyampaikan gagasan, perasaan, dan pengalamannya. Dengan demikian, pembaca harus mampu menyusun pengertian-pengertian yang tertuang dalam kalimat-kalimat yang disajikan oleh pengarang sesuai dengan konsep yang terdapat pada diri pembaca.

Diambil dan disunting dari:

Nama situs : Kompasiana.com
Alamat URL : http://www.kompasiana.com/aydafl/membaca-itu-modal-penulis
Judul asli artikel : Membaca Itu Modal Penulis
Penulis artikel : Ayda Farichatul Laila
Tanggal akses : 29 Mei 2015

Komentar