Buku Cacat | GUBUK


Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs GUBUK

Buku Cacat


Kategori: Artikel

Sungguh membuat kesal ketika mengetahui bahwa buku yang kita beli dari toko ternyata cacat, entah halamannya yang kurang, halamannya terbalik, sobek sedikit, informasi yang terpotong, dan sebagainya. Seringnya menemukan buku yang cacat membuat penulis bertanya-tanya tentang pengawasan dan pemeriksaan buku oleh penerbit sebelum dilempar ke pasar. Akhirnya, penulis tergelitik juga untuk membuat catatan ini. Beberapa pertanyaan yang kemudian muncul dapat bermacam-macam, apakah sebelum dilempar ke pasar, buku-buku tersebut tidak diperiksa? Apakah penerbit sengaja membiarkan agar pembaca yang memeriksa? Biar pembaca yang mengeluhkannya kemudian buku-buku yang rusak tersebut diganti? Tidak adakah bagian khusus di penerbit yang bertugas memeriksa kualitas fisik?

Ada suatu pernyataan dari toko buku yang menyebutkan bahwa mereka akan menghubungi pembeli jika ada kecacatan buku, pembeli diminta menuliskan biodata dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Namun pada kenyataannya, pembeli tidak pernah dihubungi oleh pihak toko buku tempat ia membeli buku. Pernyataan itu mengisyaratkan bahwa tidak ada perhatian yang sungguh-sungguh dari toko buku maupun penerbit dalam menanggapi kekecewaan pembeli. Pengalaman yang sama pernah dialami penulis. Ketika membeli buku yang ternyata cacat (kurang halaman) dari sales sebuah perusahaan penerbitan, penulis dibuat kecewa karena sudah berusaha menghubungi sales buku tersebut bahkan penulis sudah menghubungi penerbit, tetapi tidak mendapat tanggapan. Akhirnya buku cacat yang terlanjur penulis beli teronggok begitu saja sampai sekarang.

Sementara kutipan lain yang bersumber dari pernyataan penerbit yang mengimbau pembeli bahwa buku cacat yang terlanjur dibeli akan diganti jika mau mengembalikan ke toko tempat buku dibeli atau ke penerbit. Imbauan itu sangat menarik dan bagus jika sungguh-sungguh dilakukan oleh penerbit yang menerbitkan buku cacat. Lebih baik lagi jika ditambahkan keterangan bahwa pembeli dibebaskan dari segala macam biaya pengiriman dan sebagainya.

Tidak Diperiksa

Barangkali penerbit, toko buku, atau penjual buku dapat berdalih "salah sendiri tidak diperiksa ketika membeli" atau "teliti sebelum membeli". Slogan ini sangat bagus untuk meningkatkan kewaspadaan konsumen ketika memilih buku yang akan dibeli. Akan tetapi, perlu diingat bahwa banyak buku yang dipajang di toko buku masih dalam kemasan yang tidak boleh dibuka oleh calon pembeli. Slogan tersebut dapat berlaku dan diamini oleh perusahaan penerbitan setelah perusahaan tersebut sungguh-sungguh melakukan pemeriksaan terhadap kualitas fisik, isi, maupun hasil terbitan (buku) sebelum akhirnya dilempar ke pasar.

Hal lain yang memang sulit dikontrol oleh penerbit adalah ulah pembajak buku. Karena pembajak bisa membuat buku palsu yang tidak mudah dibedakan dari buku asli dari penerbit resmi, hal ini tentu saja sangat merugikan penerbit yang telah bekerja keras memeriksa fisik dan kualitas buku. Jika hal ini terjadi, maka pemeriksaan yang telah dilakukan oleh penerbit menjadi tidak berarti karena banyak buku bajakan yang beredar tanpa sepengetahuan penerbit. Persoalan ini menurut penulis dapat diatasi dengan secara resmi memberikan catatan ke konsumen bahwa penerbit X hanya mendistribusikan terbitannya di toko buku A, B, dan C. Dengan cara ini, penerbit terlindungi dari pencemaran nama baik oleh para pembajak buku yang tidak bertanggung jawab itu. Dengan cara ini pula, penerbit dapat melacak dengan jelas bahwa buku yang telah diterbitkannya telah terbajak atau tidak terbajak karena secara resmi memiliki saluran yang jelas dalam pendistribusian terbitannya.

Pilihan lain yang barangkali dilakukan oleh penerbit adalah membiarkan pembeli buku mengajukan keluhan atas buku cacat yang telah dibelinya dengan alasan "wajar" jika ada buku yang cacat disebabkan oleh proses cetak. Jawaban semacam ini kerap terdengar dari para penjual buku dengan alasan tidak mungkin harus memeriksa sekian ribu eksemplar buku yang dicetaknya. Ada anggapan kalau kemudian penerbit "sengaja" membiarkan buku dalam keadaan cacat dan ketika sampai di tangan konsumen, biarlah si konsumen yang memeriksanya. Jika kesengajaan semacam ini ditempuh, hal ini pun menyulitkan penerbit itu sendiri karena harus menambah pekerjaan dalam menjawab keluhan konsumen mengenai kualitas fisik terhadap buku-buku yang diterbitkan. Pernah juga penulis mendengar jawaban dari penerbit ketika pada suatu saat mendapati buku cacat: "Kami sudah tidak punya stok, semuanya sudah dikirim ke pemasar."

Pembeli Dirugikan

Jelas bahwa buku cacat yang terlanjur dibeli membuat kecewa. Ketika harus mengembalikan buku cacat yang terlanjur dibeli dari toko, ternyata banyak kesulitan dihadapi. Harus kembali lagi ke toko? Bukan hal yang menyenangkan. Perlu diingat bahwa tidak semua pembeli buku perorangan biasa menyimpan kuitansi pembelian dan hal ini dengan mudah menjadi "senjata" bagi toko buku untuk mengatakan: "Mana kuitansinya? Kalau tidak ada kuitansi tidak bisa diganti." Padahal jika pembeli tidak kenal dengan toko penjual, permintaan bukti pembelian biasa dilakukan, lebih-lebih jika akan menukarkan buku yang telah dibelinya. Semakin mengesalkan. Mengirim ke penerbit? Hal ini barangkali bisa dilakukan. Tetapi mengirim ke penerbit berarti harus mengeluarkan biaya pengiriman dan menunda lebih lama lagi untuk segera membaca buku yang telah dibeli.

Dengan demikian, pemeriksaan fisik buku tercetak sebelum terlempar ke pasar bukanlah hal sepele. Meskipun dengan beberapa cara, buku cacat yang terlanjur di tangan pembeli bisa diganti, perhatian terhadap proses pemeriksaan dan penyortiran sangat diperlukan. Tugas siapakan ini? Penerbit? Pencetak? Penjual? Atau pembeli?

Catatan kaki: Hati-hatilah sebelum Anda membeli buku.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Nama majalah : Matabaca, Vol. 3/No. 2/Oktober 2004
Penulis : Paulus Suparmo
Halaman : 40 -- 41

Komentar