Tetap Ceria di Usia Senja: Bacaan Untuk Para Lanjut Usia | GUBUK


Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs GUBUK

Tetap Ceria di Usia Senja: Bacaan Untuk Para Lanjut Usia


Kategori: Resensi Buku Cetak, Lansia

Judul asli : --
Penulis : Richard L. Morgan
Penerjemah : --
Penerbit : PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta 1990
Ukuran buku : 14,5 x 20,7 cm
Tebal : 138 halaman
Sumber : Pub. e-Buku edisi 56/2010

Penulis buku "Tetap Ceria di Usia Senja" adalah seorang guru besar biblika di Western Piedmont Community College, Morganton, dan menjadi pendeta Gereja Presbiterian Fairview di Lenoir. Buku ini berisi 62 renungan yang ditujukan bagi para pembaca berusia lanjut, tetapi berguna juga bagi para pembaca yang berusia lebih muda. Mengapa 62 renungan? Tampaknya, penulis sengaja memilih angka 62 sebab bertepatan waktunya dengan usianya yang sudah menginjak 62 tahun. Di kedalaman jiwanya yang tanpa kerut, Pendeta Morgan sendiri masih menjaga harapan untuk tetap berkontribusi bagi sesama -- dengan satu arahan baru, tanpa pernah memikirkan kata "pensiun".

Buku ini dibagi menjadi 6 bagian: Hidup Dimulai Setiap Hari, Tugas-tugas Para Lanjut Usia, Kerapuhan Usia Lanjut, Tidak Ada Gunanya Menyangkali, Menjaga Agar Semangat Tetap Dibarui, dan Pandangan-Pandangan Terakhir. Setiap renungan disertai dengan bacaan Alkitab, kutipan renungan refleksi, uraian renungan penulis, dan diakhiri dengan seuntai doa singkat.

Sulit untuk tidak merasa haru ketika membaca renungan-renungan Pendeta Morgan. Pergumulan orang-orang berusia lanjut tergambar begitu jelas. Pada sisi lain, kita juga dapat menemukan "keindahan jiwa yang dewasa". Terbayang bagaimana mereka bergumul ketika harus mengucap kata "selamat tinggal", atau ketika harus membuang "hal-hal yang mengganggu". Tahukah kita betapa mereka harus berjuang untuk mengingat dan kemudian melupakan sesuatu? Bagaimana mereka mempertahankan suatu kenangan? Atau, bagaimana kerinduan mereka untuk tidak menjadi beban bagi siapa pun.

Pendeta Morgan mempersembahkan buku ini kepada para lanjut usia. Ia menyebut para rekannya itu sudah mengajarkan dia bahwa "saat yang terbaik adalah yang terakhir". Ia juga mempersembahkan buku ini untuk para cucunya, yang olehnya sang kakek disebut sudah melindungi dirinya dari "berbagai kerut dalam jiwa". Dengan apa? Dengan kecantikan [budi pekerti] mereka!

Peresensi: S. Heru Winoto

Komentar