Tentang Bacaan Anak | GUBUK


Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs GUBUK

Tentang Bacaan Anak


Kategori: Artikel

  1. Pada mulanya membaca adalah membandingkan. Perbandingan itu umumnya melalui lambang huruf atau angka dengan gambar. Anak-anak belajar membaca dengan membandingkan lambang huruf dengan gambar binatang yang dikenal. Misalnya huruf a (kecil) dibandingkan dengan gambar ayam yang tidak berkaki. Tentang banyaknya ayam dibandingkan dengan himpunan gambar ayam. Semua itu berlangsung dalam proses imajinasi anak-anak.

    Anak-anak diajar berpikir secara kreatif (membayangkan jumlah ayam di rumah dan berapa anaknya; hal ini memungkinkan ia bercerita mengenai ayam di kemudian hari), dan berkembang menuju kepada pengetahuan yang lebih luas. Proses seperti ini pun berlaku bagi orang dewasa yang belajar bahasa asing. Mereka mengenal kata-kata asing melalui gambar dan kemudian menggunakan "ingatan" dan kecerdasan inteligensi guna mengumpulkan perbendaharaan kata sebanyak-banyaknya dalam waktu yang relatif singkat.

    Oleh karena itu, buku bacaan anak-anak dan pemula biasanya dihiasi dengan banyak gambar dan ditulis dengan huruf yang lebih besar. Kosakatanya terbatas, namun kalimat-kalimatnya bervariasi guna mengembangkan kreativitas mereka dalam penggunaan kata dan penggayaannya. Pengulangan yang berirama (kadang-kadang dalam lirik lagu yang dinyanyikan) akan mengembangkan apresiasi mereka terhadap pengembangan kata menjadi kalimat sederhana dan rumit.

    Gambar dengan huruf (dalam sejarah perkembangan penulisan) memang tidak dapat dipisahkan. Konon, pada zaman baheula (kuno) orang-orang Tiongkok mengembangkan karakter bahasanya dengan gambar sehingga hurufnya menjadi ribuan, yang bermula dari "peristiwa" yang dilukiskan dalam bentuk gambar. Maka tidaklah mengherankan bila leluhur mereka mengembangkan dan melahirkan ungkapan, "Lebih baik sebuah gambar daripada seribu kata" (tentu saja gambar yang mengandung peristiwa itu tadi).

  2. Sadar atau tidak sadar atas pentingnya buku bagi anak, buku cerita anak akan tetap ditulis orang selama masih ada anak-anak. Namun patut diketahui, bahwa buku anak tidak selamanya dikonsumsi oleh anak-anak, tetapi juga oleh orang tua yang rindu kembali kepada masa kanak-kanaknya dahulu. Apakah buku bacaan anak itu bermutu atau tidak, orang dewasa akan tetap menulis dan menerbitkan cerita anak-anak.

    Masa kanak-kanak adalah bagian hidup yang tak dapat dipisahkan dari sejarah kehidupan manusia. Tidak ada seorang pun di antara manusia yang tiba-tiba menjadi dewasa -- kecuali Adam dan Hawa yang langsung menjadi dewasa dan saling jatuh cinta! -- sehingga buku bacaan anak-anak menjadi konsumsi primer pada masa pengembangan pikiran anak dari generasi ke generasi berikutnya.

    Anak yang selalu memerhatikan perkembangan di sekitarnya, dalam tahun-tahun pertama dalam kehidupannya, belajar menyimak pembicaraan orang dewasa akan memperkaya kosakata sebelum ia bisa berbicara. Proses perekaman ini berjalan perlahan tetapi mantap sampai pada saatnya ia siap mengetahui dunia orang dewasa "belajar membaca" dan kemudian menuliskan apa yang hendak dikatakannya kepada orang lain dengan lambang tulisan.

    Dari alam lingkungan sekitar, anak-anak diajak berimajinasi ke negeri orang lain, ke berbagai penjuru dunia melintasi darat dan lautan, bahkan berkelana ke dunia fantasi. Anak-anak biasanya membiarkan imajinasinya berkelana dan mengikuti alur cerita tanpa mempertanyakan apakah kisah yang dinikmatinya itu benar atau tidak (dunia dongeng), sambil menimba hal-hal tertentu dari kehidupan ini melalui teladan yang diberikan oleh tokoh dalam cerita itu.

    Itulah sebabnya, ada anak-anak yang mengidolakan tokoh yang baik dan membenci tokoh yang jahat. Manfaat yang diberikan oleh bacaan seperti ini, mengajarkan kepada anak bagaimana mereka akan mengatasi masalah yang timbul dan merasakan bagaimana perasaan orang lain.

    Bacaan anak tidak saja menghibur anak, tetapi juga memberikan pengalaman kepada mereka (dalam imajinasi) peristiwa masa lalu, mengenal adat kebiasaan berbagai suku bangsa, mengenal geografi negeri tertentu, dan masalah yang dihadapi dalam kehidupan bangsa itu.

    Buku juga memperluas wawasan dan pengetahuan anak, apakah itu yang bersifat informatif, biografi dan otobiografi (bagaimana orang meniti sukses dari tangga kegagalan, misalnya), yang dapat dihidangkan si pengarang dari berbagai segi dan tingkat kehidupan. Kecuali itu, bacaan anak juga berperan memupuk dan memperluas imajinasi, merangsang daya kreativitas serta membantu pertumbuhan rasa estetis terhadap bacaan dalam diri anak.

  3. Sifat umum bacaan anak berkisar pada perangsangan rasa ingin tahu. Naluri manusia sejak adanya manusia pertama memang demikian: memiliki rasa ingin tahu yang besar. Secara alamiah, kita menyaksikan anak-anak yang bermain "sumput-sumputan" atau sembunyi-sembunyian -- yang pada hakikatnya berakhir pada penciptaan "kejutan" atau "suspense" kata teknik dalam ihwal karang-mengarang.

    Ketika anak membaca sebuah buku cerita (tanpa memikirkan apakah buku itu khusus ditulis untuk mereka, dengan kacamata seorang anak) ia mulai berimajinasi mengikuti tokoh dan kadang-kadang menempatkan diri dalam tokoh yang disenangi, seraya memerhatikan dengan cermat dan teliti, dan kadang-kadang menampakkan sikap kritis jika ia mengetahui bahwa peristiwa itu kurang masuk akal atau menyimpang dari kebiasaan, serta ingin sekali mengetahui bagaimana akhir cerita itu.

    Seorang anak menikmati pengalaman yang dituturkan dalam cerita, secara total, dan sebuah cerita yang baik akan menanamkan kerinduan dalam hatinya untuk membaca buku berikutnya. Selain bacaan yang berfungsi memuaskan rasa ingin tahu, ia secara tidak sadar telah mengembangkan imajinasi dan menambah pengetahuannya melalui pengalaman tokoh yang diceritakan. Yang jelas, ketika membaca, anak-anak tidak bersifat pasif.

    Banyak komentar anak kecil yang patut diperhatikan oleh penulis cerita bacaan anak, misalnya "Dongengnya tidak masuk akal" (padahal ia tahu bahwa cerita Si Kancil itu sebenarnya kejadian fiktif, mana ada manusia yang mengetahui apa sebenarnya yang menjadi dalam pikiran seekor binatang?) atau "Kalimatnya bertele-tele, sulit dipahami. Ah, tidak enak ceritanya, membosankan, ceritanya tidak karu-karuan". Dan mungkin banyak komentar pendek lainnya dari seorang anak yang kritis.

    Komentar kecil seperti contoh itu tadi, sekalipun tidak disertai argumentasi ilmiah, sudah merupakan kritik yang perlu diperhatikan dengan saksama. Hal-hal yang tidak logis dapat diperhatikan seorang anak. Bahkan tidak mustahil seorang anak bertanya secara argumentatif, "Kalau burung bisa terbang karena memiliki dua sayap, mengapa ayam tidak terbang di udara karena ia pun memunyai dua sayap?"

    Membuat buku bacaan anak bukanlah menciptakan dunia mereka seperti apa yang dipikirkan oleh anak, melainkan seperti apa sebenarnya anak itu!

  4. Buku bacaan anak memang tidak untuk "menggurui" tetapi sesungguhnya memberikan suatu teladan yang bermanfaat dan mengajarkan sesuatu secara tersirat. Oleh karena itu, sebuah buku bacaan anak yang didominasi huruf, kata, dan kalimat, tanpa ada gambar, melelahkan pikiran mereka. Mata mereka ingin berfantasi melalui gambar dan pikiran mereka pun perlu dikembangkan melalui imajianasi, bukan dengan kelompok kata melulu.

    Buku bacaan anak yang tidak memunyai teks dapat membantu mengembangkan imajinasi anak dan memberikan kesempatan kepada mereka menaruh teks sendiri sehingga buku berfungsi sebagai ajang kreativitas penciptaan. Berikanlah kesempatan kepada anak untuk membangun kisah mereka sendiri sesuai dengan tingkat imajinasinya, melalui buku bergambar tanpa teks. Jangan khawatir, anak-anak dapat mengidentifikasi tokoh yang satu dengan yang lain, dan perubahan yang terjadi dalam gambar dapat diamatinya dengan cermat sehingga ia memberi ciri-ciri khusus tokoh yang baik dan tokoh yang jahat.

    Pengarang buku dapat memberi "jejak" bagi pembacanya sehingga ia dapat menuliskan cerita yang menarik kepada anak. Contohnya, dua tiga orang anak yang menyaksikan gajah mengamuk, ketiga anak itu mengadakan gerakan yang berbeda dan reaksi yang berlainan. Rangkaian cerita yang berurutan memberi peluang kepada mereka guna meningkatkan daya kreativitas mereka.

  5. Kreativitas pengembangan imajinasi dalam cerita bacaan anak juga berfungsi sebagai pengembangan bahasa, daya intelektual, dan memotivasi penulisan kreatif serta penguasaan dan penilaian atas bahasa. Tentu saja hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kreativitas anak, melalui buku bergambar bacaan anak yang tidak memiliki teks ialah usia. Hal ini sehubungan dengan dua aspek yang harus diperhatikan: (1) detail, guna pengembangan kecermatan yang lebih baik dan penggambaran kosakata, (2) guna menimbulkan dan mengukuhkan pemahaman serta penafsiran plot.

    Usia anak seiring dengan proses berpikirnya yang berkaitan dengan pengamatan, perbandingan dan pengorganisasian. Detail dalam gambar memberikan kemungkinan bagi anak untuk mengembangkan pikirannya dan memungkinkan ia dapat bercerita banyak, apalagi bukan gambar yang berwarna. Buku bacaan bergambar yang kelak diberi teks cerita oleh anak, cocok untuk memotivasi anak membuat cerita dan berlatih memperkaya perbendaharaan kata. Hal ini dapat dilakukan bukan hanya secara individual, melainkan juga dalam suatu kegiatan yang berkelompok.

  6. Kembali kepada soal bacaan anak yang menurut kalangan tertentu kurang cerah di dunia penerbitan kita, atau kritik bahwa bacaan anak kita kebanyakan terjemahan yang tidak cocok dengan lingkungan anak-anak kita, hal ini harus ditelaah dengan sungguh-sungguh. Gambar dan teks tidak dapat dilepaskan dari buku bacaan anak, terutama mereka yang masih dalam usia bertumbuh secara imajinar dan kreatif. Hanya penulis yang kreatif saja yang mampu memotivasi imajinasi anak-anak.
    Anak-anak juga dapat membayangkan bahwa mereka adalah bagian dari dunia orang dewasa dan berpikir sebagai orang "dewasa". Bayangkanlah gadis cilik yang kadang-kadang mengatakan bahwa ia ingin menjadi "ibu yang baik" setelah dewasa nanti. Proses indentifikasi (penyamaan) diri itu terjadi dalam dunia imajainasi anak-anak sehingga mereka menempatkan diri di dalam dunia orang dewasa. Dengan kata lain, anak-anak sebenarnya -- pada situasi tertentu -- merasa dirinya "bukan anak-anak lagi" melainkan sudah dapat berpikir bagi dirinya sendiri.

    Jadi, tidak mengherankan jika ada orang yang beranggapan bahwa "anak-anak sebenarnya bukan anak-anak" melainkan "orang dewasa yang hidup pada masa mudanya". Mereka memiliki dunia mereka yang utuh dan tidak suka diintervensi orang dewasa.

    Bila kita menelusuri dengan cermat, dunia bacaan anak sama rumitnya dengan dunia bacaan dewasa. Bacaan anak bukanlah karya yang lebih rendah sedikit daripada bacaan orang dewasa, tidak pula bacaan "untuk" anak yang direkayasa oleh orang dewasa karena "cocok" untuk anak-anak. Bacaan anak yang baik akan tetap menjadi bacaan yang baik juga bagi orang dewasa.

Diambil dari:

Nama majalah : Kalam Hidup, No. 620,
September 1995, tahun ke-65
Penulis : Yosaphat Maid Ngendang
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1995
Halaman : 10 -- 13

Komentar