Sekilas "The Art Of Reading" | GUBUK


Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs GUBUK

Sekilas "The Art Of Reading"


Kategori: Artikel

Tidak semua orang suka membaca, itu sudah menjadi rahasia umum! Ada berbagai alasan yang membuat mereka tidak suka membaca. Antara lain adalah alasan yang pernah saya dengar, seperti banyak membaca bikin pusing, bikin sakit mata (mata rasanya pedas dan berair), tidak punya waktu, tidak telaten, kalau membaca langsung mengantuk, dan lain-lain. Bila disimpulkan, kurang lebih membaca menjadi semacam aktivitas yang menyiksa.

Tidak heran, pengalaman saya sebagai dosen, bila memberi tugas membaca "textbook" (termasuk bacaan sastra) sering kali disambut dengan reaksi, "Wowwwww ...!" disertai mata melotot alias penolakan. Padahal, aktivitas membaca bukanlah momok yang menyiksa, bila kegiatan ini dijalani dengan tujuan yang jelas dan didasari strategi yang tepat.

Membaca: Menu Otak dan Batin

Untuk kelangsungan hidup kita, ada beberapa hal yang kita butuhkan dalam hidup ini. Yang utama adalah makanan bergizi untuk kesehatan dan ketahanan tubuh, agar bisa hidup selama mungkin dalam kondisi prima. Tidak heran jika akhir-akhir ini banyak pihak-pihak yang rela membelanjakan uang jutaan rupiah untuk membeli vitamin (makanan suplemen dan kosmetik). Kebutuhan kedua, semua orang ingin hidup "survive" dan bermartabat. Mereka pun berusaha sekuat tenaga untuk sekolah (meraih pendidikan setinggi mungkin). Untuk martabat, ada pihak-pihak tertentu yang rela membeli gelar agar punya wibawa intelektual di masyarakat. Sayangnya, masih sedikit yang sadar bahwa untuk menjadi intelektual, kita perlu memberi makanan bergizi pada otak dan batinnya, selain memberi makanan rohani (mengonsumsi pendidikan spriritual/keagamaan) untuk membentuk moral terpuji. Yang dibahas dalam teks ini adalah makanan bergizi untuk otak dan batin, yaitu dengan kegiatan membaca menggunakan sistem "The Art of Reading" atau Seni Membaca.

Sir Arthur Quiller-Couch (1863-1944) adalah tokoh pendidikan terkemuka dari Inggris yang memasyarakatkan seni membaca melalui bukunya yang berjudul (antara lain) "The Art of Reading". Ia memasyarakatkan misinya ini ketika aktif memimpin Pusat Bahasa dan Kegiatan Membaca di Universitas Cambridge. Dasar pemikirannya, bila masyarakat malas membaca, maka proses pembodohan akan terus berlangsung hingga ke titik yang amat menyedihkan, di mana masyarakat menjadi mandul -- tidak melahirkan generasi yang brilian. Hanya dengan kegiatan membaca, otak seseorang menjadi lebih brilian dibandingkan dengan mereka yang tidak suka membaca. Mereka yang suka membaca, batinnya menjadi kaya -- membentuknya menjadi matang, dewasa, rasional/logis, sehingga mampu menjadi pemikir yang memiliki ide-ide cemerlang dan juga mampu mengatasi masalah-masalah pelik yang timbul di dalam masyarakat, seperti iptek, sosial-ekonomi, hingga budaya.

Membaca: Obat Sakit Kepala

"Banyak pihak yang mengeluh menjadi sakit kepala jika membaca. Padahal, mereka yang tidak membaca justru akan sakit kepala selama hidupnya," demikian antara lain pendapat Sir Arthur-Quiller Couch yang analistis. Makna di balik pernyataan itu adalah, mereka yang malas membaca akan sakit kepala selamanya karena mereka tidak tahu apa-apa (miskin pengetahuan) dalam menghadapi perkembangan zaman. Maka tidak heran, jika mereka yang berpendidikan tinggi memiliki kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang miskin karena tidak mampu mengenyam bangku pendidikan. Mereka yang mampu menempuh pendidikan, hanya sedikit yang menjadi brilian -- mereka ini kelompok yang suka belajar (membaca) secara sungguh-sungguh.

Agar seseorang suka membaca, ia perlu membekali diri dengan kesadaran penuh perlunya membaca dengan semboyan: "Reading for Leading" -- Membaca Menjadi yang Terdepan atau Selangkah Lebih Maju. Dasarnya, pertimbangkan bahwa membaca itu untuk tiga kegiatan, yaitu yang bersifat "apprehension" (sekadar untuk tahu), "comprehension" (untuk memahami), dan hobi (hiburan). Ketiganya manjur sebagai obat sakit kepala.

Membaca: Terserah untuk Apa

Dalam hal kegiatan membaca, setiap orang memunyai kebebasan untuk memilih, demikian yang Sir Arthur Quiller-Couch tekankan. Yang penting, masing-masing orang harus tahu fungsi membaca itu sendiri. Tentu saja, membaca untuk kegiatan akademik (academic reading) kualitasnya tidak sama dengan kegiatan membaca yang sifatnya sekadar ingin tahu atau hanya untuk hiburan. "Academic reading" merupakan kegiatan membaca yang bersifat "comprehension" atau paduan dari "apprehension" dan "comprehension". Kegiatan membaca, selain memenuhi rasa ingin tahu (menambah pengetahuan), juga akan memberikan pemahaman.

Para murid (student) yang tidak suka membaca akan melakukan kegiatan membaca yang bersifat "apprehension", itu pun dengan menandai hal-hal yang dianggap penting menggunakan semacam garis bawah atau usapan tinta (semacam stabilo). Terkadang mereka mencatat hal tersebut sebagai bahan contekan. Kelompok murid semacam ini tidak akan menjadi intelektual nantinya. Yang menjadi intelektual hanyalah mereka yang mau memosisikan diri sebagai pembaca yang bersifat "comprehension" atau paduan "apprehension" dan "comprehension". Mereka yang suka membaca karena hobi (hiburan) bisa juga lahir sebagai intelektual, apabila buku-buku yang dibacanya berbobot dan merangsang menjadi pemikir sekaligus analis. Bila materi bacaan yang dibacanya ringan, mereka bisa lahir sebagai kreator (penulis cerita, penulis skenario, penulis teks iklan) atau paling tidak menjadi pribadi yang periang dan disukai orang sekitarnya karena kaya fantasi.

Membaca: Ciptakan Surga

"Surga" yang dimaksud di sini adalah hal-hal yang menyenangkan agar semua orang suka, kemudian gemar membaca. Yang perlu dilakukan, antara lain: (1) pilih bacaan yang sesuai dengan keperluan masing-masing; (2) punya ruang yang menyenangkan untuk membaca; (3) menyisihkan/meluangkan waktu yang paling tepat untuk membaca; (4) hidupkan daya fantasi atau cita-cita agar tahu menghargai manfaat membaca; (5) menyadari sepenuhnya bahwa membaca itu merupakan makanan otak dan batin; bisa dibayangkan bila otak dan batin kita kelaparan; (6) perlu menyediakan anggaran untuk membeli buku, seperti halnya kita menganggarkan uang kita untuk membeli makanan; (7) toko buku merupakan "restoran" untuk otak dan "taman-ria/tempat rekreasi" untuk batin.

Ada bermacam-macam sistem membaca untuk menghindari kelelahan, salah satunya dengan sistem "browsing" (melihat sekilas untuk tahu sebanyak-banyaknya hal-hal yang disukai dan diperlukan, misalnya "browsing" situs tertentu melalui internet), "skimming" (membaca sekilas untuk memeroleh hal-hal yang diperlukan), dan "scanning" (membaca dengan teliti untuk memahami -- diperlukan untuk "academic reading").

Apa pun sistem yang kita terapkan dalam kegiatan membaca agar memahami materi bacaan yang kita baca, kuncinya hanya satu, yaitu menguasai bahasa (termasuk harus kaya akan kosakata) yang dipergunakan untuk menyajikan teks yang kita baca karena kegiatan membaca adalah alih pengetahuan yang bersumber dari bacaan yang kita baca.

Selamat membaca: Reading for Leading!

* Naning Pranoto, dosen FISIP dan Fakultas Sastra (Creative Writing) serta novelis, tinggal di Jakarta.

Diambil dan diedit seperlunya dari:

Judul majalah : Matabaca
Edisi : Vol. 3 No. 4, Desember 2004
Judul artikel : Sekilas "The Art of Reading"
Penulis : Naning Pranoto
Halaman : 34 -- 35

Komentar